Fanfic rada-rada NC-17 yang ga bisa dipajang di HPI :P
NC-17 lho yaaa... dibawah 17 jangan mbaca...Udah diingetin lho yaaa...
OK, berarti dah diingetin ^^
=DISCLAIMER=
Semua trademark dalam fanfic ini dimiliki oleh pemegang copyright masing-masing, kecuali plot dan hasil pemikiran penulis. Fanfic ini dibuat hanya untuk hiburan semata dan tidak dimaksudkan untuk mendapatkan keuntungan material apapun.
=DISCLAIMER=
--------------------------
Trials of Sorrow
A Crossover
--------------------------
Hermione menahan nafas ketakutan. Harry Potter telah mati, nyawanya melayang oleh sebuah kilatan sinar hijau terang yang tepat menghantam kepalanya. Ia tidak tahu apa yang terjadi, namun yang jelas harapan terakhir dunia sihir itu telah menguap dihempas kekuatan besar Voldemort. Ia pun terduduk ketakutan, dengan buku warisan Dumbledore masih tergenggam oleh tangannya.
Tanpa sadar, buku berjudul The Tales of Beedle The Bard itu terlepas dan jatuh tak jauh dari tempat Hermione terduduk. Sepasang halaman terbuka, menampakkan halaman yang tampak penuh dengan tinta hitam yang bak ditumpahkan begitu saja ke atas perkamen.
Diiringi keheranan Hermione, huruf-huruf putih mulai menari-nari di atas permukaan hitam kusam itu, mengejakan kata-kata yang tampaknya sengaja disembunyikan dengan rapi itu.
Tanpa banyak peringatan, terjadi ledakan besar.
Once you have a hope without fear
Nothing exists to keep you away from it
It appears at a field called black death
You will face the soul in the under world
When you never fear the death of yourself
You have a might into the deeper side
Dawn never comes here, the hidden side
It's the time to come
“Samus... Deunan...”
Sesosok anak kecil menggeliat pelan dalam kegelapan, bak baru diusik oleh cahaya pagi yang menerobos kamarnya. Tapi jelas ia bukan anak kecil biasa, dengan kehadiran dua pemuda tampan yang bak muncul begitu saja dari dalam kegelapan pekat yang mengelilinginya.
“Hamba, Lady,” jawab sosok pemuda yang berbadan agak gempal sambil membungkuk hormat, “Deunan siap menjalankan tugas.”
“Samus siap membantu,” timpal pemuda yang lain, mudah dibedakan dengan Deunan oleh rambut kecoklatannya yang lebih panjang.
“Aku... merasakan sesuatu yang lain, Samus, Deunan...” balas sang gadis kecil sambil menguap, “Ia mungkin...”
Negai wo idaki osorenu nara samatageru mono sari yuki
Magamagashiki yaku to kokushi mau no ni oyobite deau
If you embrace your hopes without fear, nothing exists that can keep you from it
You will meet with ominous disaster in the field where the black death dances
Hermione terbangun dengan kepala berdenyut. Tubuhnya sakit bak merasakan akibat diterjang sepasukan centaur.
“Aku pasti terlempar ke dalam hutan akibat ledakan tadi,” gumam Hermione sambil meraba tungkai dan lengannya. Mungkin sedikit lebam, namun ia yakin bahwa tidak ada tulang yang patah.
Dengan perlahan Hermione bangkit, sambil menepuk lepas serasah yang melekat di jins yang dikenakannya. Ia mulai memikirkan cara untuk kembali, namun baru ia sadari bahwa tongkat miliknya tidak ada.
“Nee-chaan~ apakan ini tongkatmuu?”
Hermione menoleh ke arah kanannya. Hermione pun melihat seorang anak kecil berambut pirang mengacungkan sebatang kayu tipis yang sudah sangat dikenalnya.
“Er... Adik kecil, tolong kembalikan tongkat itu pada kakak ya? Kakak sangat membutuhkannya...” pinta Hermione manis. Ia tahu sedikit kebaikan dapat membuka banyak pintu.
“Ehehehehee~”
Anak kecil itu tertawa lucu, lalu berlari masuk ke dalam hutan.
Onore no shi sae itowanu nara kakugo aru mono hirumazu
Owari no nai yoru to yakusoku no toki itarite michiru
Those prepared will never falter if they face their own death without fear
They will be lead to an endless night at the promised time
Hermione bernapas tersengal. Bagaimana mungkin anak kecil itu dapat berlari begitu cepat? Ia tak habis pikir. Perasaan Hermione mengatakan bahwa iapun tak pernah berlari dengan begitu cepat saat ia masih duduk di taman kanak-kanak, walaupun ia tak pernah absen menyabet gelar juara lari jarak pendek setiap tahun.
Rasa sakit yang menusuk tiba-tiba menyadarkan Hermione dari renungannya. Ia merasa telapak tangannya telah berlumuran darah, dan rasa sakit yang menggigit itu berasal dari lengan atasnya yang tertembus peluru.
“Non timebo mala,” ujar sebuah suara di belakang Hermione, hangat dan menggoda, “Thou shalt not fear evil.”
Hermione berbalik, hanya untuk mendapati pemuda yang dipanggil Deunan itu, sedang tersenyum sambil mengarahkan sepucuk pistol ke arahnya.
Inishie to eigou no kanata
Koenu beki kyoukai wo koeta no wa dare ka
Who crossed the borders
That no-one should be able to cross at the ends of antiquity and eternity?
Yang terpikir oleh Hermione hanya satu: LARI.
Lari, lari, dan lari.
Di sela-sela ledakan tembakan pistol berkilat yang ditembakkan oleh Deunan, Hermione terus berusaha melepaskan diri dari kejaran sang pemuda. Ia bahkan tidak memikirkan lagi dimana tongkatnya.
Berpikir, Hermione, berpikir! Teriak seluruh sel otak yang ada dalam kepala Hermione. Ia tidak ingin berakhir di tangan pembunuh gila ini.
Dalam keputusasaan, Hermione berhenti dan berdiri di balik sebatang pohon. Ia harus mengakhirinya.
“Tenanglah, nona cantik,” pancing Deunan sambil berjalan mendekati pohon tempat Hermione bertahan, “Pistol ini pasti akan membunuh-...”
Tanpa diduga oleh Deunan, Hermione melemparkan segenggam serasah ke arah matanya diikuti sebuah tendangan ke arah selangkangan. Tak puas hingga di situ, Hermione meneruskan serangannya dengan memukuli Deunan yang telah roboh secara bertubi-tubi menggunakan sebatang kayu.
Ikue ni mo tsutsumikomu hikari to yami no midareta meikyuu ni
Saegirare zetsubou shi hakanaki inochi wo chirase yo
In an all-encompassing labyrinth where light and dark are distorted:
Intercept and scatter these despairing, transient lives
Hermione berpikir untuk mengambil pistol yang dipakai oleh Deunan tadi. Ayahnya dahulu sangat gemar film koboi, dan punya banyak VHSnya di rumah. Ia masih ingat samar-samar cara mengisikan peluru ke dalam revolver, yang sering diperlihatkan dalam film-film itu.
Hal bagus pula, bahwa ibunya adalah dokter umum. Ia menguasai beberapa cara pertolongan pertama, walaupun bukan untuk merawat luka tembak. Setidaknya sekarang darah yang keluar tak sebanyak tadi dan rasa sakit yang dirasakannya juga telah berkurang.
“Ehehehehehee~”
Tiba-tiba terdengar lagi suara imut sang anak kecil berambut pirang itu. Hermione dapat mengira kalau letaknya tidak begitu jauh. Mungkin seratus-dua ratus meter-an.
Pistol di pinggang, Hermione mengejar suara itu.
Inishie to eigou no kanata
Koenu beki kyoukai wo koeta no wa dare ka
Who crossed the borders
That no-one should be able to cross at the ends of antiquity and eternity?
Kini Hermione lebih berhati-hati. Ia tidak ingin dibokong lagi oleh pembunuh maniak sok suci dengan pistol perak yang tadi berhasil melukainya dengan cukup berat. Dengan berhati-hati ia mengendap, berusaha untuk mendahului strategi sang anak barang selangkah-dua langkah.
“O~nee~chaaan~”
Panggilan menjengkelkan itu lagi. Apa sih artinya? pikir Hermione keras sambil melacak asal suara.
Hermione pun tiba di sebuah daerah terbuka yang dikelilingi pohon-pohon besar. Dengan waspada ia memasuki tempat yang terasa mencurigakan itu.
Umareide kieyuku wa amata
Yuraginaki kinkou wo mimamoru wa ware ka
Truly, a multitude will be born and disappear
Is it my place to maintain this balance which must not be broken?
Sebuah kilatan menyilaukan yang jatuh ke mata Hermione mengagetkannya sesaat. Ia langsung sadar bila ada sesuatu yang salah.
Benar saja, sesaat kemudian ia melihat ada yang berdiri di sudut pandangannya.
“Kau... membunuh pemuda pemegang pistol itu?” tanya Samus sambil menggenggam erat machete miliknya yang sedari tadi berkilau terang.
“Tak tahulah. Aku harus melakukannya, atau aku yang akan dibunuhnya,” balas Hermione ringkas sambil bersiap menembak dengan revolver yang ia pungut.
“Civis pacem,” balas Samus sambil mulai berlari ke arah Hermione, “Para bellum.”
Izuko ni mo mitsukaranu madoite kitare yuuda na kamikakushi
Utsuroite koinegai modoranu inochi wo sagase yo
You'll be nowhere to be found after your bewildering, indolent spiriting away
My desires will become to search out the lives of those that will not return
“Ia petembak yang cukup bagus,” komentar Deunan sambil memperhatikan Hermione yang memanfaatkan medan sebaik-baiknya untuk menghindari lemparan-lemparan pisau Samus.
“Ya, nampaknya Colt cukup senang berada di tangannya,” balas sang gadis pirang itu sambil tersenyum manis.
Deunan yang tak terluka dan gadis berambut pirang yang tadi mempermainkan Hermione duduk dengan santai di salah satu cabang pohon yang membatasi tempat terbuka itu.
“Anda... berencana mengujinya sendiri, Lady Lumia?” tanya Deunan sambil memandang penuh keraguan ke arah anak perempuan kecil itu.
“Jangan begitu, Deunan,” balas Lumia menenangkan, “Kau tahu hal ini diperlukan untuk benar-benar menguji kesungguhannya. Apalagi, ada hal lain yang harus kupastikan sendiri.”
“Tapi, Lady Lumia... saya khawatir akan keselamatan an-”
“Cukup, Deunan. Aku akan memulainya.”
Tanpa penjelasan lebih lanjut, Rumia terjun ke tempat terbuka itu.
Yume to utsutsu wa se no awase ni nari
Yume wo tsumugu wa yo no sadame wo nasu
Dreams and reality become one in the same
To spin a dream is to decide the fate of the world
Tiba-tiba semua menjadi gelap. Hermione bahkan tidak yakin bahwa ia masih sadar, sampai ia merasakan sakit mendenyut dari lengannya yang tertembak.
“Apa yang nee-chan ketahui tentang bayangan diri nee-chan?”
Hermione terhenyak. Ia melihat sang anak kecil pirang itu sedang tersenyum ke arahnya.
“Siapa kau?” jerit Hermione sambil mengacungkan pistol yang sedari tadi dipegangnya ke arah sang anak perempuan yang tersenyum.
“Akankah nee-chan mengingkari... ataukah nee-chan akan menerima...?”
Tangan Hermione mulai gemetar. Anak perempuan ini mempunyai apa yang diinginkannya. Apa yang diketahuinya. Apa yang... disembunyikannya.
“Nee-chan hanya perlu memintanya... Aku akan memberikannya secara cuma-cuma...”
Pistol yang dipegang Hermione terselip lepas. Ia mulai mengingatnya. Kejadian itu.
“Nee-chan hanya perlu memintanya... karena aku... adalah bagian dari Nee-chan...”
Kaki Hermione tak bisa lagi menopang tubuhnya. Ia terjatuh dengan memegangi kepalanya sendiri, berusaha menahan banjir ingatan yang dahulu disembunyikannya dari siapapun.
Ikue ni mo tsutsumikomu hikari to yami no midareta meikyuu ni
Saegirare zetsubou shi hakanaki inochi wo chirase yo
Within an all-encompassing where light and dark are distorted
Intercept and scatter these despairing, transient lives
Hermione, ini bukan salahmu...
Hermione perlahan mengingat kembali detil kejadian hari yang naas itu.
Terimalah, kematian Lunamaria adalah kecelakaan...
Lunamaria Granger adalah anak kedua dari pasangan Peter dan Mary Granger. Lunamaria adalah adik yang sangat disayangi Hermione, yang biasa dipanggilnya dengan panggilan ‘Lumia’. Dari kecil ia sudah menampakkan bakat unggul keluarga Granger, yang ditunjukkannya melalui rasa ingin tahu dan ingin mencobanya yang besar.
Sudahlah, Hermione, Lunamaria memanjat kloset itu sendiri...
Pada hari itu, Hermione bermaksud mandi setelah seharian bersekolah dan bermain. Sebelum mandi, ia teringat bahwa ada buku yang belum ia bereskan dalam kamarnya, jadi ia meninggalkan bak mandi dalam keadaan setengah berisi dan pintu kamar mandi dalam keadaan terbuka separuh.
Keadaan ini terbukti fatal. Lunamaria berhasil membuka pintu, masuk ke kamar mandi, lalu memanjat kloset untuk melihat berbagai botol sabun, kosmetik, dan shampoo aneka warna yang ditumpuk di atas tangki kloset. Malang tak dapat ditolak, Lunamaria terpeleset dan jatuh ke dalam bak mandi yang terletak di samping kloset. Ia ditemukan dalam keadaan sekarat, beberapa menit kemudian. Walaupun Mary Granger sudah memberikan pertolongan pertama sebisanya, nyawa Lunamaria Granger tak tertolong lagi. Gadis kecil berumur tiga tahun itu wafat dalam perjalanan ke rumah sakit.
Kami sudah merelakannya, Hermione, jangan membebani dirimu...
Ayah dan ibu Hermione tidak pernah menyalahkan Hermione atas kelalaiannya, namun rasa bersalah tetap membebani hati Hermione hingga kini. Tentu, Hermione tak pernah menceritakan rasa bersalah ini kepada siapapun kecuali orangtuanya. Kecerdasannya juga memungkinkannya menutupi sebagian besar emosinya, yang semakin menyempurnakan penyamaran akan rasa bersalah tersebut.
Izuko ni mo mitsukaranu madoite kitare yuuda na kamikakushi
Utsuroite koinegai modoranu inochi wo sagaseyo
You'll be nowhere to be found after your bewildering, indolent spiriting away
My desire becomes to search out those who will never return
“Nee-chan... sudahlah...”
“Tapi... jika saja aku tidak membiarkan pintu kamar mandi itu terbuka... Jika saja...” isak Hermione lirih.
“Nee-chan... bahkan aku sudah memaafkanmu...”
Sosok pirang itu mengulurkan tangan kecilnya untuk mengusap dahi Hermione dengan lembut. Tangis Hermione pun pecah.
“Sekarang, izinkan adik tersayangmu ini memberikan hadiah ulang tahun pada Nee-chan tercintanya~”
“A...”
Tubuh Hermione bak disengat petir. Ia menggigil dan merasa terbakar pada saat yang sama. Kekuatan besar mengaliri otot-ototnya, bak baru dilepaskan dari bagian terdalam tubuhnya. Serentak, Hermione merasakan tubuhnya berubah menjadi sesuatu yang lain. Sesuatu yang jauh lebih kuat.
“Terimalah hadiah adikmu ini, Nee-chan... dan jangan gagal lagi menyelamatkan orang-orang yang Nee-chan cintai...”
...
Harry terbangun di tengah kehancuran. Bau kematian dan darah yang pekat menyergap tenggorokannya. Ia bahkan melihat sebentuk tangan tanpa tubuh yang masih menggenggam erat ujung jaketnya. Dengan segera ia melepaskan jaketnya dan melemparnya jauh-jauh dengan jijik.
Harry melihat sekelilingnya. Seolah sebentuk penghakiman dari Tuhan baru saja lewat dan memporak-porandakan tempatnya tadi terbaring. Beberapa Death Eater tampak tewas tergencet pohon tumbang. Beberapa lainnya terbunuh dengan cara yang lebih mengenaskan lagi.
Ia pun bangkit, hendak mencari penjelasan. Beberapa puluh langkah ia jalani, sebelum ia menemukan sesosok makhluk yang menimbulkan rasa takut. Makhluk yang membuat Harry teringat akan malaikat pembawa maut bersayap hitam dan berambut pirang itu terisak, bersimpuh di samping mayat Remus Lupin, Nymphadora Tonks, dan korban-korban siswa maupun guru Hogwarts lainnya yang telah dibaringkan rapi. Jenazah Lord Voldemort tampak terbaring agak jauh dengan tubuh kurang dari utuh. Jenazah para Death Eaters tidak banyak tampak; nampaknya banyak dari mereka menjadi sasaran amuk sang malaikat maut dan meninggal dengan tubuh tercerai-berai.
Sosok itu pun menghambur menuju Harry, meninggalkan sebentuk pedang lebar berwarna hitam legam tertancap di samping jenazah Remus Lupin. Nampaknya pedang itu hanya bisa digunakan dengan benar oleh Hagrid, bila dilihat dari ukurannya.
“Her... mione...?” desah Harry pelan, begitu menyadari siapa sosok bersayap bak kelelawar itu.
Gadis itu memandang mata Harry dengan sepasang bola mata berwarna merah darah, sebelum mengangguk pelan dan kemudian menangis lagi.
F I N
Lagu: Madoite, Kitare, Yuuda na Kamikakushi - IOSYS
===================
*kabur dari orang-orang-siap-menimpuk yang menyadari siapa Deunan dan Samus sebenarnya*
*kabur dari para pembenci-ending-gantung-nan-siap-menyambit*
Non timebo mala = Jangan takut pada kejahatan
Civis pacem para bellum = (jika) Ingin damai, siap(lah untuk) perang
Machete = golok :P
Kalo mau tahu gambar karakter yang paling mendekati rupa Hermione saat menjadi 'malaikat maut' dalam fic ini, buka Google Images dan cari gambar dengan kata kunci "EX Rumia" ^^b
1 Komentar:
'Non timebo mala' itu yang digrafir sama Samuel Colt di pistolnya yang berisi 13 peluru ...*kabur*
Euh, GunZ-GunZ, ada-ada aja, cerita yang aneh :P Er, kalau Deunan dan Samus mudah ketebak, tapi kalau Lunamaria? Dari fandom manakah?
Posting Komentar
Berlangganan Posting Komentar [Atom]
<< Beranda